Hanya senyum yang menyambut kesalahan fatalmu. Bukan karena
aku tak bisa marah, namun karena aku tak boleh marah. Teruntuk orang yang sudah
begitu berpengaruh macam kamu, aku dilarang keras untuk marah.
Meski senyum, bukan berarti semua baik-baik saja. Hujan deras
mengguyur seisi hatiku. Pedih tak terkira menghujam keras. Namun aku harus
tetap kuat. Kuat membuatmu aman dalam topeng senyum palsuku.
Hari demi hari melintas seperti rutinitasnya. Pikiranku masih
sering menengok bayangmu sembunyi-sembunyi. Di satu sisi ada marah yang
mengguncang hebat, namun di sisi lain pesonamu sulit untuk diabaikan. Hati
masih merindu meski logika memberontak keras.
Tak jemu-jemu logika mengingatkan. Namun tak jemu-jemu pula
hati terus mendosa. Agaknya indahmu sudah terlalu melekas erat dalam kalbu,
sehingga masih sulit untuk dilepas.
Hati masih tak percaya, bagaimana bisa wanita seelok kamu
sebegitu teganya berbuat demikian? Bagaimana bisa sosok seputih kamu sebegitu
beraninya merusak dinding-dinding kepercayaan tulus ini? Bagaimana bisa semua
ini terjadi setelah apa yang sudah lama kita jalani? (3-5-2016)
http://sekarangbelajaryuk.blogspot.co.id/
Comments
Post a Comment