
Dia memarahiku
habis-habisan, sejenak aku berhenti dan berpikir. Ya, aku memang salah. Akal sakit
berkata, “ya sudahlah bro. Dia juga sudah memarahimu. Sudah tinggalkan dia”. Namun
akal sehat tak terima, “kau itu salah! Sana pergi hampiri dia. Salami dia dan
ucapakan maaf!”. Agak lama batin ini bingung. Namun kemudian, kulangkahkan kaki
menghampirinya dan kusalami dia seraya mengucap maaf. Dia menerima jabat
tanganku meski mulutnya masih mengeluarkan makian-makian padahal di belakangnya
pacarnya terus berusaha menghentikannya, “sudah! Sudah!” dengan pelan. Tapi aku
tak memperdulikan ocehannya. Karena ya aku memang salah. Dan nuraniku
mengatakan aku harus minta maaf.
Hari itu
aku benar-benar puas pada yang kulakukan. Aku bisa saja meninggalkannya namun
aku lebih memilih menghampirinya dan mengucap maaf. Padahal jelas, bisa saja
dia memukulku atau berbuat yang tak kuinginkan. Karena dia hampir saja jatuh
dari motornya untuk menghindariku. Belum lagi dia bonceng pacar. Jelas gengsi
dong kalo hanya diem aja! Padahal pacarnya malah berusaha meredam marahnya.
(16-11-2015)
Bismillah, budaaaall..!!
http://sekarangbelajaryuk.blogspot.co.id/
Comments
Post a Comment