7-7-2015
Saat itu adalah pertemuan terakhir, aku menyuruh tiap siswa-jumlahnya 6-untuk menyiapkan selembar kertas kosong, kemudian membaginya menjadi 5 bagian. Jadi jelas, masing-masing akan memiliki 5 potongan kertas. Setelah itu, dari tiap potongan kertas masing-masing akan menuliskan 1 kebaikan dari temannya yang paling berkesan. Jadi terserah nulis apapun, pokoknya itu kebaikan, bukan kejelekan. Tak lupa setelah menuliskan 1 kebaikan yang paling berkesan dari seorang temannya, masing-masing harus menuliskan nama si penulis. Setelah itu kertas tersebut harus diberikan pada teman yang bersangkutan. Sehingga temannya itu tahu dari siapa kertas yang bertuliskan kebaikan itu. Pada prosesnya, banyak sekali yang memprotes kegiatan ini. ''Waduuuhh paaaak. Ngapain sih pake acara kayak gini segala?. Maluuu paaak. Dan lagi kalo kejelekan sih mudah, tapi ini kebaikan paaaak. Sulit banget pak nemuinnya!,'' protes salah seorang yang dilanjutkan protes-protes yang serupa dari yang lain. Namun aku tak goyah seraya berkata, ''Sudahlah, lakukan saja. Ini pertemuan terakhir. Wajarkan saya minta yang aneh-aneh, hehe.'' Mereka melanjutkan apa yang kuminta dengan menggerutu.
Dari cerita ini, saya tarik kesimpulan bahwa mengingat kejelekan seseorang jauh lebih mudah dari pada mengingat kebaikannya. Entah itu disebabkan yang mengingat memang pikirannya negatif atau yang diingat memang sedikit sekali kebaikannya. Semoga kita tidak melihat yang lain dari kejelakannya namun melihat yang lain dari kebaikannya meski sedikit kebaikannya, sehingga hati menjadi tentram dan terjauh dari sifat suudzon. Amiiiin.
Bismillah, budaaaall..!!
Saat itu adalah pertemuan terakhir, aku menyuruh tiap siswa-jumlahnya 6-untuk menyiapkan selembar kertas kosong, kemudian membaginya menjadi 5 bagian. Jadi jelas, masing-masing akan memiliki 5 potongan kertas. Setelah itu, dari tiap potongan kertas masing-masing akan menuliskan 1 kebaikan dari temannya yang paling berkesan. Jadi terserah nulis apapun, pokoknya itu kebaikan, bukan kejelekan. Tak lupa setelah menuliskan 1 kebaikan yang paling berkesan dari seorang temannya, masing-masing harus menuliskan nama si penulis. Setelah itu kertas tersebut harus diberikan pada teman yang bersangkutan. Sehingga temannya itu tahu dari siapa kertas yang bertuliskan kebaikan itu. Pada prosesnya, banyak sekali yang memprotes kegiatan ini. ''Waduuuhh paaaak. Ngapain sih pake acara kayak gini segala?. Maluuu paaak. Dan lagi kalo kejelekan sih mudah, tapi ini kebaikan paaaak. Sulit banget pak nemuinnya!,'' protes salah seorang yang dilanjutkan protes-protes yang serupa dari yang lain. Namun aku tak goyah seraya berkata, ''Sudahlah, lakukan saja. Ini pertemuan terakhir. Wajarkan saya minta yang aneh-aneh, hehe.'' Mereka melanjutkan apa yang kuminta dengan menggerutu.
Dari cerita ini, saya tarik kesimpulan bahwa mengingat kejelekan seseorang jauh lebih mudah dari pada mengingat kebaikannya. Entah itu disebabkan yang mengingat memang pikirannya negatif atau yang diingat memang sedikit sekali kebaikannya. Semoga kita tidak melihat yang lain dari kejelakannya namun melihat yang lain dari kebaikannya meski sedikit kebaikannya, sehingga hati menjadi tentram dan terjauh dari sifat suudzon. Amiiiin.
Bismillah, budaaaall..!!
Comments
Post a Comment